Syaamil Quran

Empat Indikator Ketakwaan

Bagi Allah Swt, kemuliaan manusia dinilai berdasarkan ketakwaannya, bukan status-status yang sifatnya duniawi, seperti kekayaan, pendidikan, maupun jabatan. Seseorang yang berharga di hadapan Allah Swt adalah mereka yang mampu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya dengan baik. Bagaimana ketakwaan seseorang dapat dikenali?

[caption id="attachment_2203" align="aligncenter" width="372"]Empat Indikator Ketakwaan Empat Indikator Ketakwaan[/caption]

Dalam al Quran, Allah Swt mengemukakan beberapa sifat orang bertakwa:

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air. Sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Rabb mereka. Sungguh, sebelum itu, mereka ketika di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah Subhanahu Wata’ala), dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang menjaga dirinya dari meminta-minta.” (QS. Adz Dzaariyaat [51]: 15-19)

Berdasarkan keterangan tersebut, orang yang bertakwa dicirikan dengan adanya empat kecerdasan yang melekat pada dirinya, yaitu kecerdasan sosial, kecerdasan ruhaniah, kecerdasan emosional dan kecerdasan finansial.

1. Kecerdasan Sosial

Ditandai dengan selalu berbuat baik kepada orang lain karena ia yakin kebaikan itu kembali kepada dirinya sendiri, tanpa salah alamat.

51_16

“Sungguh, sebelum itu, mereka ketika di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik.” (QS. 51: 16)

Kebaikan seseorang tidak hanya diukur dari pelaksanaan ibadah ritual, juga berdasarkan ibadah kepada sesama manusia. Hal ini menyiratkan harus adanya keseimbangan dalam pelaksanaan ibadah, sehingga tidak timpang. Orang yang baik adalah yang shaleh ritual dan shaleh sosial. Shalihun linafsihi wa shalihun lighairih (shaleh untuk dirinya dan shaleh untuk orang lain).

2. Kecerdasan Ruhaniah

Ditandai dengan rajin mengerjakan shalat malam secara konsisten.

51_17

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam.” (QS. 51: 17)

Orang bertakwa rajin shalat malam atau shalat tahajjud untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Itulah sebabnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam  menginformasikan kepada sahabatnya bahwa bangun malam adalah perilaku dan kebiasaan rutin orang-orang shalih dahulu, sebagai taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Subhanahu wata’ala, membentengi diri dari perbuatan dosa, menghapuskan kesalahan dan dapat menghilangkan penyakit dalam tubuh.

Perbanyaklah berzikir kalimat tasbih, hamdalah, takbir dan tahlil dengan sepenuh hati, untuk lebih menguatkan keimanan dalam hati kita. Shalat malam mendidik seluruh anggota tubuh kita untuk tunduk kepada Allah Subhanahu wata’ala  secara serentak.

3. Kecerdasan Emosional

Orang yang cerdas adalah orang yang selalu intropeksi diri dan beramal untuk kehidupan sesudah mati. Ia selalu muhasabah dengan memohon ampun (beristighfar) kepada Allah Subhanahu wata’ala  di waktu sahur (di penghujung malam)

51_18

“Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada Allah).” (QS. 51: 18)

Waktu sahur ini memiliki keutamaan dan kemuliaan karena ia termasuk sepertiga malam terakhir.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam   pernah bersabda :

“Allah Subhanahu Wata’ala setiap malam turun ke langit dunia ketika sepertiga malam yang terakhir masih tersisa. Kemudian Dia berfirman, “Siapa yang berdoa kepada-Ku akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku akan Aku beri. Dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku akan Aku ampuni.”

Orang yang memiliki kecerdasan emosional hatinya mudah empati melihat penderitaan orang lain, dan mudah menerima kebenaran orang lain. Maka ia berjiwa besar dan jauh dari sikap kerdil.

4. Kecerdasan Finansial

Ia senang berbagi dan memberi orang-orang yang membutuhkannya.

51_19

“Dan dalam hartanya ada hak bagi peminta-minta dan orang miskin yang menahan diri dari meminta”. (QS. 51: 19)

Orang bertakwa senang bersedekah dan memberikan sebagian rizki yang diberikan Allah Subhanahu wata’ala kepadanya untuk orang lain yang membutuhkan. Ia yakin dengan memberi, sesungguhnya rezeki yang dimilikinya tidak akan berkurang. Malah, akan mendapat balasan berlipat. Ia percaya bahwa Allah Subhanahu wata’ala  yang melapangkan dan menyempitkan rezeki seseorang. Orang inilah yang bermental kaya.

Semoga kita dan keluarga dimudahkan Allah Subhanahu wata’ala  untuk mengikuti jejak para penghuni surga. Amin ya Rabbal ‘Alamin.* (roni ramdan/ sumber: hidayatullah.com)

]]>

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *