syaamilquran.com – Jangan Berhenti Beramal Shalih – Ada amal-amal yang pahala, manfaat, atau akibat baiknya, disimpan oleh Allah swt. Itulah yang terkandung dalam dalam ungkapan Ibnu Athaillah dalam Al Hikam, “Barang siapa yang mendapatkan buah dari amal yang di lakukannya itu datang secara cepat, maka itu juga bukti adanya penerimaan bukti dengan manfaat atau buah yang tertunda.”
[caption id="attachment_3331" align="aligncenter" width="383"]
Buah manfaat dari amal shalih adalah keuntungan yang diperoleh seorang hamba secara cepat. Buah dari ibadah shalat, dzikir, dan ibadah misalnya, ada pada kelainan jiwa, nadi yang takut kepada Allah swt, kebersihan jiwa yang menjauhkan gelisah, iri, benci, dengki, dan sebagainya. Itu manfaat atau buah amal shalih yang di rasakan secara pribadi. Secara sosial, manfaat ini juga akan mudah di rasakan. Hubungan sesama manusia yang penuh cinta, penuh persaudaraan, keadilan dan kehidupan yang damai.
Saudaraku,
Tapi ada pula manfaat atau pahala yang ditunda atau disimpan oleh Allah swt, hingga hari akhir. Analoginya seperti bila seorang ayah meminta anaknya untuk serius dan sungguh-sungguh belajar. Lau menjanjikannya dengan hadiah yang saat itu sudah disimpannya. Manfaat kesungguhan dan keseriusan bagi anak itu, adalah ia memperoleh ilmu, kelulusan dan ia mendapat nilai baik atau juga ijazah. Tapi selain itu, masih ada hadiah yang di janjikan sang ayah, yang belum diterimanya. Hadiah itu masih disimpan oleh sang ayah.
Saudaraku,
Bila ada amal-amalyang bisa kita lihat manfaat dan buahnya secara lahir, yang merupakan ciri dari penerimaan Allah swt terhadap amal yang dilakukan, itu bukan menjadi syarat bahwa amal-amal itu diterima.
Tanda bahwa sesuatu itu ada, adalah ketika sesuatu itu terlihat nyata. Tapi bukan sesuatu yang tidak terlihat, itu tidak ada. Sama seperti gaya hidup yang mewah, itu tanda bahwa seseorang itu kaya. Tapi ketika ada seseorang yang tidak bergaya hidup mewah, tidak foya-foya, itu bukan berarti ia orang tidak mampu. Kenapa bisa demikian, adalah karena kekayaan itu merupakan faktor yang menyebabkan seseorang bisa bergaya hidup mewah. Tapi kemiskinan bukan menjadi syarat bahwa seseorang tidak bergaya hidup mewah. Karena bisa jadi seseorang tidak bergaya hidup mewah bukan karena miskin, tapi karena memelihara moral islam yang baik yang tak mengajarkan kesombongan.
Khusyuk dalam shalat, manfaatnya akan segera terasa dengan suasana hati yang lebih bersih, lebih damai. Itu memang tanda bahwa shalat seseorang diterima. Tapi bila ada orang yang shalat tidak merasakan nikmat khusyu dalam shalatnya, dan tidak merasakan kedamaian seperti yang dirasakan orang khusyu, itu belum tentu menandakan amalnya tidak diterima.
Saudaraku,
Sama saja dengan berdzikir, salah satu tanda bahwa Allah swt menerima dzikir yang dilakukan adalah bila dzikir itu diiringi kehadiran hati. Tapi kalau ada orang yang berdzikir tak bisa menghadirkan hatinya, tak mampu berkonsentrasi, dimana ia hanya bisa menggerakan lidahnya saja dalam berdzikir misalnya, itu bukan berarti aktivitas dzikirnya tidak diterima.
Itu sebabnya, Ibnu Athaillah rahimullah dalam hal ini menyebutkan, “janganlah kau tinggalkan dzikir dengan alasan engkau dalam kondisi tak mampu menghadirkan Allah saat melakukannya. Sebab, kelalaianmu dari dzikrullah itu lebih berat dari pada kelalaianmu pada ketidak hadiran Allah pada dzikirmu. Boleh jadi, Allah menaikan derajatmu dari dzikr dengan lalai, pada dzikir dengan kesadaran. Dari dzikir dengan kesadaran, kepada dzikir dengan menghadirkan hati…”
Saudaraku,
Syaikh Ahmad Zarouq saat menjelaskan perkataan Ibnu Athaillah tentang hal ini mengatakan bahwa anggapan seseorang amalannya tidak diterima oleh Allah, termasuk buruk sangka kepada Allah. “Sebaiknya bila engkau tidak mampu menghadirkan hati dalam ibadah dab amalmu, engkau tetap tamak untuk mengharap kebaikan Allah. Karena ketamakanmu kepada Allah itu lebih baik daripada ketamakan kepada Allah karena mengandalkan amal yang sudah engkau lakukan,”
Perhatikanlah bagaimana optimisme yang selalu ditekankan Rasulullah saw agar kita terus-menerus semangat dan melakukan beragam keshalihan. Dalam hadits riwayat Ahmad dan Al bazzar disebutkan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah saw dan bertanya, “Ya Rasulullah, si fulan shalat malam tapi dia mencuri di waktu siang.” Rasulullah saw menjawab, “Shalat malamnya akan menghalanginya melakukan apa yang engkau katakan.” Tak lama kemudian orang yang disebutkan itu berhenti mencuri.
Saudaraku,
Kita terus waspada, ketika mengalami peningkatan ketaatan dan kedekatan pada Allah swt, tapi kemudian kita makin cenderung bersandar dan mendorong motif melakukan ketaatan dan kedekatan pada Allah swt itu, adalah berharap manfaat atau buah yang kita petik dari amal itu. Kondisi itu bisa mencederai keikhlasan saat beramal karena Allah swt.
Dan bila tak kunjung kita rasakan manfaat dari buah amal shalih yang dilakukan, jangan menghentikan amal shalih itu dengan menganggap bahwa kita telah beramal dan tidak mendapat balasan. Sebab dalam kondisi seperti itu, yang ada pada diri kita adalah ujub dan memuliakan diri sendiri.
]]>