Syaamil Quran

Memfungsikan Al-Quran

Al-Quran memperkenalkan dirinya sebagai hu­danli al nas (petunjuk bagi seluruh manusia), yang menjadi fungsi utama kehadirannya. Allah menegaskan:

“…Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan…” (QS Al Baqarah [2]: 213).

Kita yakin bahwa para sahabat Nabi Muhammad saw., seandainya hidup pada saat ini, pasti akan memahami petunjuk-petunjuk Al-Quran – sedikit atau banyak- berbeda dengan pemahaman mereka sendiri yang telah tercatat dalam literatur keagamaan. Karena pemahaman manusia terhadap sesuatu tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosial masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman-pengalaman, di samping ke­cenderungan dan lantar belakang pendidikannya.

Tantangan besar yang dihadapi oleh umat Is­lam, khususnya cendekiawan Muslim, adalah bagai­mana memfungsikan Kitab Suci ini, yaitu bagaimana menangkap pesan-pesannya dan memasyarakatkan­nya, bagaimana memahami dan melaksanakan petunjuk-petunjuknya tanpa mengabaikan, apalagi mengorbankan budaya dan perkembangan positif masyarakat.

Sebagian umat kita memfungsikan Al ­Quran sebagai mukjizat, padahal fungsinya sebagai mukjizat hanya ditujukan kepada yang meragukan­nya sebagai firman Allah. Sebagian umat memahami keampuhan ayat-ayat Al‑Quran untuk melahirkan hal hal yang tidak rasional.

Kondisi seperti harus diluruskan, umat harus disadarkan bahwa benang yang memisahkan suprarasional dengan irasional amatlah tipis, sehingga jika tidak waspada, seseorang dapat terjerumus ke lembah khurafat (takhayul). Lebih-lebih kalau diingat bahwa Al-Quran sendiri me­negaskan bahwa al-imdad al-ghaiby, yang di dalam­nya terdapat segala macam yang supra itu, tidak mungkin tiba tanpa didahului usaha manusia yang wajar, rasional, dan natural.

Fungsi Al Quran sebagai petunjuk bisa berjalan dengan baik, jika umat Islam membaca, memahami dan mengamalkannya. Ironisnya, kondisi saat ini, tidak sedikit umat Islam yang tidak pandai membaca kitab sucinya, bahkan tidak memfungsikannya, kecuali sebagai penangkal bahaya dan pembawa manfaat dengan cara-cara yang irrasional.

Rupanya, umat generasi inilah antara lain yang termasuk diadukan oleh Nabi Muhammad:

25_30

Wahai Tuhan, sesungguhnya umatku telah menjadikan Al-Quran sesuatu yang tidak dipedulikan”. (QS Al Furqaan [25]: 30).

Tahap pertama untuk mengatasi kekurangan dan kesalahan di atas adalah meningkatkan kemam­puan baca Al-Quran. Janganlah anak-anak kita di­salahkan jika kelak di kemudian hari mereka pun mengadu kepada Allah, sebagaimana ditemukan da­lam sebuah riwayat: ‘Wahai Tuhanku, aku menuntut keadilan-Mu terhadap perlakuan orang-tuaku yang aniaya ini.”

(sumber M. Quraish Shihab. Lentera Hati. 1994)

]]>

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *