syaamilquran.com – Nabi Muhammad saw adalah figur pemimpin yang tidak egois. Beliau sangat terbuka bagi adanya pendapat yang bersebrangan dengan pendapatnya. Kisah berikut merupakan salah satu dari sikap manusia berakhlak qurani tersebut.
Dalam perjalanan menuju perang Badar, Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam dan pasukannya tengah mencari tempat strategis, akhirnya pasukan kaum Muslimin pimpinan Rasulullah itu tiba di tempat tak jauh dari sumur Badar.
[caption id="attachment_1029" align="aligncenter" width="320"]
Rasulullah tidak Antikritik[/caption]
Rasulullah segera memerintahkan pasukannya untuk bergerak menguasai sumur Badar sebelum didahului pasukan musuh. Kaum muslimin pun sudah semakin dekat dengan sumur Badar ketika matahari telah condong ke Barat. Seorang ahli strategi perang yang bernama Khabab bin Mundzir segera bangkit berdiri, lalu menghampiri Rasulullah saw dan bertanya:
”Wahai Rasulullah, apakah penentuan posisi ini dari Allah atau berdasarkan strategi perang?”
”Tempat ini kupilih berdasarkan pendapat dan strategi perang,” jawab Rasulullah.
”Wahai Rasulullah, kalau begitu tempat ini tidak strategis. Sebaiknya kita pindah ke tempat air yang terdekat dengan musuh. Kita membuat markas di sana dan menutup sumur-sumur yang ada di belakangnya. Kita buat lubang-lubang dekat perkemahan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dan mempunyai persediaan air yang cukup. Sedangkan musuh tidak mempunyai persediaan air minum,” ujar Khabab.
Rasulullah merenung sejenak, tersenyum lalu menjawab: ”Pendapatmu sungguh baik.”
Malam itu juga Rasulullah dan para sahabat segera melaksanakan apa yang diusulkan Khabab bin Mundzir. Para sahabat juga membuatkan tempat khusus untuk keamanan Rasulullah. Strategi jitu itu membuahkan hasil, ketika perang Badar berkecamuk, kaum musliminlah pemenangnya.
***
Berdasarkan kisah tersebut, dapat diperoleh hikmah, bahwa seorang pemimpin hendaknya terbuka hati dan pikirannya dalam menerima masukkan dari orang lain yang dipimpinnya, apalagi jika masukkan tersebut untuk kemajuan bersama. Seorang pemimpin jangan pernah alergi untuk menerima pendapat bawahannya yang bersebrangan dengan pendapatnya. Siapa tau masukkan tersebut justru yang membawa hasil terbaik bagi rencana yang semula ditetapkan oleh sang pemimpin.
Sebaliknya, ide atau saran hendaknya disampaikan dengan cara yang santun. Seperti yang dilakukan oleh Khabbab, yang terlebih dulu menanyakan tentang keputusan yang diambil oleh Rasulullah, apakah berdasarkan wahyu atau bukan.
Cara penyampaian yang santun ini penting, agar orang yang diberi saran tidak langsung memproteksi diri untuk tidak menerima usulan, karena terlebih dulu tersinggung perasaannya oleh orang yang menyampaikan saran. *** (roni ramdan)
]]>