Tidak ada upacara keagamaan sehebat dan seintens shalat. Tidak ada tempat di dunia yang secara rutin dikunjungi manusia selain masjid. Tidak kurang dari lima kali dalam sehari seorang Muslim melaksanakan shalat. Dia mengawali hari-harinya dengan shalat Subuh dan mengakhirinya dengan shalat Isya. Di antara kedua shalat itu, seorang Muslim mengisinya pula dengan shalat Zuhur di siang hari, shalat Ashar menjelang sore hari, dan shalat Maghrib di akhir sore hari. Andai kelima shalat fardhu ini dilakukan secara berjamaah di masjid, sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. dan para salafus saleh, minimal lima kali dalam sehari atau setiap lima jam sekali seorang Muslim berkunjung ke masjid, bertemu muka dengan saudara-saudaranya yang seiman. Lima kali pula masjid menjadi tempat dilaksanakannya praktik persamaan dan persaudaraan, menanamkan perasaan seiman, senasib sepenanggungan, dan menumbuhkan semangat ukhuwah Islamiyah.
Betapa tidak, di masjidlah kaum Muslimin memiliki kesempatan untuk berinteraksi secara intens dalam koridor keimanan antara satu sama lain. Jika ada yang belum saling mengenal, di masjidlah mereka bisa saling berkenalan. Jika ada seorang jamaah sakit, di masjidlah yang lain akan menanyakan kabar dan mendoakannya bersama-sama. Jika ada seorang jamaah mengalami kesusahan, di masjidlah dia bisa berbagi dan mendapatkan solusi. Jika ada permusuhan antara seorang jamaah dengan jamaah lain, di masjidlah mereka bisa berislah dan memaafkan.
Di masjid pula seseorang bisa saling berbagi, saling nasihat menasihati dalam kebaikan, membantu, bekerja sama, dan menyamakan visi misi kehidupan demi mencapai kebahagian yang lebih baik. Pendek kata, masjid dan shalat berjamaah di dalamnya telah mengkondisikan kaum Muslimin untuk senantiasa bersama bagaikan satu bangunan yang kokoh, di mana antara satu bagian dengan bagian lainnya saling menguatkan. Inilah tujuan dari intensitas silaturahmi antar sesama Muslim yang dipesan Allah dan Rasul-Nya melalui ritual shalat berjamaah di masjid.
Dengan demikian, masjid bukan saja sebagai pusat hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya (hablumminallah), akan tetapi berfungsi pula sebagai pusat hubungan antara seorang Muslim dengan sesama Muslim lainnya (hablumminannas). Hubungan mereka adalah hubungan berkualitas tinggi karena didasari oleh semangat ketauhidan yang menjamin terjadinya harmonisasi suatu hubungan sosial.
Agar proses tersebut bisa berjalan optimal, Rasulullah saw. pun menetapkan serangkaian aturan yang harus ditaati setiap Muslim saat berada di masjid. Ada yang harus dilakukan di masjid, di antaranya menghormati jamaah lain, berkata yang baik dan sopan, menaati imam dalam shalat berjamaah, menyambung dan meluruskan shaf, dan sebagainya. Ada pula yang tidak boleh dilakukan di masjid, seperti berbantah-bantahan, bersuara keras, berjualan, tidak merapihkan shaf, dan lainnya.
Oleh karena itu, dalam hadits diungkapkan beberapa kebiasaan Rasulullah saw. ketika beliau berada di masjid. Misalnya, setelah shalat beliau senantiasa menghadap kepada para jamaahnya sehingga bisa melihat wajah mereka satu persatu, atau melihat siapa yang hadir dan siapa yang tidak. Dengan cara inilah Rasulullah saw. bisa mengetahui kondisi para sahabatnya satu persatu. Jika ada yang salah, beliau luruskan. Jika ada yang kesusahaan, beliau akan bantu. Jika ada yang tidak hadir, beliau tanyakan penyebabnya untuk dicarikan solusi atas permasalahannya. Pada masa Rasulullah saw., waktu shalat adalah waktu berkumpulnya semua Muslim di masjid. Tidak ada yang tidak datang ke masjid selain sebagian wanita, orang sakit keras, yang sedang bepergian, atau mereka yang telah nyata kemunafikannya. Setelah selesai shalat, Nabi saw. terbiasa memberikan nasihat dan tausiyah kepada jamaah yang hadir.
]]>