Syaamil Quran

Ikhlas, Strategi Jitu Dunia Akhirat

syaamilquran.com – Ikhlas, Strategi Jitu Dunia Akhirat – Dahulu, ada seorang yang shalih menangis pilu saat sedang sakit. Karena rasa sedihnya yang sedemikian rupa, lantas sebagian orang yang menjenguknya bertanya, “Mengapa engkau menangis, padahal engkau ahli puasa dan shalat malam, ahli jihad, ahli sedakah, berhaji, mengajarkan ilmu dan berdzikir? Ia menjawab : “Siapa yang dapat menjamin bahwa itu semua memperberat timbangan amalku baikku? Dan siapa yang menjamin bahwa amalku diterima di sisi Tuhanku? Sementara Allah swt berfirman, “Sesungguhnya Allah hanya menerima pengorbanan dari orang-orang yang bertaqwa.” (Al Maidah[5]: 27)

[caption id="attachment_2324" align="aligncenter" width="370"]Ikhlas, Strategi Jitu Dunia Akhirat Ikhlas, Strategi Jitu Dunia Akhirat[/caption]

Fudhail bin Iyadh berkata, “Bila kamu mampu menjadi orang yang tidak dikenal? Apakah kerugianmu bila tidak dipuji? Dan apakah kerugianmu bila kamu menjadi orang yang tercela di hadapan manusia, tetapi terpuji di hadapan penduduk langit? Sepi penghargaan dunia, tapi ramai pujian dari penduduk langit.”

Jangan salah paham. Pernyataan ini bukan berarti ajakan untuk beramai-ramai mengisolasi diri. Sebab, yang menyampaikan kalimat di atas adalah tokoh yang bergaul secara aktif di tengah-tengah masyarakat luas. Pernyataan ini sebaiknya di pahami sebagai bentuk kewaspadaan terhadap syahwat jiwa yang tersembunyi. Langkah ini merupakan bentuk kehati-hatian untuk menghindari dari pintu yang dilalui setan, melalui jalan ketenaran. Apalagi, kebenaran itu merupakan fitnah bagi orang yang imannya lemah.

Orang Ikhlas                                                                          

Menjadi orang ikhlas merupakan wasiat para ulama dan orang-orang shalih sejak dahulu. Ikhlas artinya memurnikan perkataan, perbuatan dan jihad hanya kepada Allah dan tanpa mengharap keridhaan-Nya semata. Semua yang dilakukan, tanpa memperhatikan keuntungan materi, pangkat, gelar, popularitas, atau ambisi terselubung lainnya.

Allah berfirman:katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, hidupku, matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al- An’am[6]: 126)

Orang yang ikhlas hanya menjadi tentara akidah, bukan tentara dan kepentingan dunia. Karena ikhlas merupakan salah satu buah dari kesempurnaan tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam beribadah. Lawan dari ikhlas adalah riya’.

Fudhail bin Iyadh menjelaskan tentang firman Allah Swt, “Supaya dia menguji kamu, siapa yang lebih baik dari kamu yang lebih baik amalnya.” (Al Mulk[67]: 2)

Yang dimaksud “ahsanu ‘amalan” adalah yang paling ikhlas dan yang paling tepat. Seseorang lantas bertanya kepadanya,” Apa yang dimaksud paling ikhlas dan paling tepat itu, wahai abu ali(nama panggilan Fudhail)?” Ia menjawab, “Sesungguhnya suatu amal itu bila dilakukan dengan ikhlas tapi tidak tepat, maka tidak diterima oleh Allah. Yang dimaksud ikhlas hanya karena Allah, dan yang dimaksud tepat adalah sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw.”

Indikator Ikhlas

  • Merasa khawatir terhadap ketenaran dan keharuman namanya, terutama bila ia termasuk orang yang berprestasi. Ia meyakini bahwa Allah menerima amal berdasarkan niat yang tersimpan dalm batin, tidak dengan penampilan. Ia juga yakin, sekalipun popularitasnya menyebar ke seluruh pelosok, namun tidak seorang pun dapat menolongnya dari siksaan Allah, bila dirinya tidak memurnikan motivasinya untuk Allah.
  • Selalu menilai dari toledor dalam menunaikan hak-hak dan kewajiban dari Allah. Hatinya tidak di rasuki oleh perasaan ghurur (tertipu) dan bangga diri. Bahkan ia selalu takut atas kesalahan-kesalahan yang tidak terampuni dan kebaikan-kebaikan yang tidak diterima.
  • Dia akan lebih mencintai amal yang tersembunyi daripada amal yang diliputi oleh hiruk pikuk publikasi. Baginya lebih tertarik jadi ‘akar pohon’ dalam suatu jamaah. Akar itulah yang menjadikan pohon itu tegak dan hidup. Akan tetapi, dia tersembunyi di dalam tanah. Tidak terpantau oleh manusia. Umar bin Khathab Radhiyallahu Anha (Ra) pada suatu hari keluar menuju masjid Rasulullah Saw. Tiba-tiba ia menjumpai Mu’adz bin Jabbal Ra yang sedang duduk dan menangis di dekat kuburan Nabi. Maka Umar bertanya, “Apakah yang menyebabkanmu menangis?” Mu’adz menjawab, “Saya menangis karena (ingat) sesuatu yang kudengar dari Rasulullah yang bersabda: ‘Sesungguhnya riya’ (beramal karena mencari pujian manusia) yang sangat kecil termasuk syirik.”
  • Saat menjadi pemimpin, tetap produktif beramal selama dalam bingkai perjuangan. Hatinya tidak di rasuki oleh penyakit suka tampil, selalu ingin di depan, dan ambisius terhadap posisi.
  • Tidak menghiraukan keridhaan manusia, bila dibaliknya terdapat kemurkaan Allah. Sebab   karakter manusia itu berbeda-beda.  Orang yang ikhlas bisa dirasakan dalam ungkapan syair berikut ini:                  

Dengan-Mu ada kelezatan, meski hidup teras getir            

Kuharapkan ridha-Mu, sekalipun seluruh manusia marah

Kuharapkam hubunganku dengan-Mu tetap harmonis

Meski hubunganku dengan seluruh alam berantakan

Bila cinta-Mu kudapatkan, semua akan terasa ringan

Sebab, semua yang di atas tanah adalah tanah belaka

  • Kecintaan dan kebenciannya, pemberian dan keenggananya untuk memberi, keridhaan dan kemurkaannya hanya karena Allah dan agama.
  • Tidak akan malas, jenuh, atau berputus harapan karena panjangnya jalan perjuangan yang dilalui, lamanya memetik panen buah dari amal, terlambatnya keberhasilan, banyaknya beban amal, sulitnya berinteraksi dengan manusia yang heterogen. Sebab, beramal baginya bukan untuk kesuksean tetapi mendapatkan keridhaan Allah dan menjalankan perintah-Nya.
  • Bergembira dengan munculnya orang-orang yang berprestasi di dalam barisan perjuangan. Ia memberi kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang yang berbakat untuk menggantikan posisinya dengan senang hati, bila ada orang lain yang lebih baik darinya untuk menempati posisi itu. Dan dia akan mundur dengan penuh ketaatan dan kebahagiaan.

Dari jiwa-jiwa yang ikhlas ini akan membuahkanspirit beramal (al amal), mengarahkan segala potensi dan bakat yang dimilikinya (al jihad), dan senang berkorban (at-Tadiyyah). Selanjutnya, mereka akan memiliki jiwa yang patuh dan taat(ath-Tha’ah), teguh dan tegar salam meniti jalan (ats-Tsabat), dan totalitas (at-Tajarrud) dan siap menjalin kasih dengan sesama (al-Ukhuwwah). Kemudian mereka siap bertegur sapa dengan kebenaran, kesabaran dan cinta kasih (tawashau bil haqqi, tawashau bish shabri wa tawashaubil marhamah) dan pada aspek kehidupan berimammah-jamaah, akan berakhir dengan kepercayaan penuh dengan kepemimpinan yang disepakati (ats-Tsiqah).

Kumpulan komunitas orang-orang ikhlas akan mengantarkan kemenangan dunia bagi perjuangan berjamaah, sekaligus mengantar kepada jalan keselamatan akhirat kaum muslimin secara personal.

(sumber: Hidayatullah. Edisi 05. XX. September 2007. Sya’ban 1428)]]>

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *