Syaamil Quran

I’tikaf, Sarana Mencapai Ibadah Ramadhan yang Optimal

itikafsyaamilquran.com – Sahabat Syaamil, sebentar lagi, kita akan memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan. Pada penghujung sepertiga bulan suci ini, umat muslim disunnahkan melakukan i’tikaf atau menyendiri, untuk mendekatkan diri secara lebih intensif dengan Allah Swt.

Orang yang beri’tikaf telah mengkhususkan dirinya untuk melakukan ketaatan kepada Allah dan berdzikir mengingat-Nya. Dia memutuskan dirinya dari segala kesibukan duniawi, memusatkan hatinya dan menghadapkannya kepada Rabbnya dengan apa saja yang bisa mendekatkannya kepada-Nya.

Maka, hakikat beri’tikaf adalah “Memutus segala hubungan dengan segala makhluk untuk dapat berkhidmat kepada Sang Pencipta.”

Abu Hurairah meriwayatkan, “Adalah Rasulullah saw selalu melakukan i’tikaf di setiap Ramadhan selama sepuluh hari. Pada tahun dimana beliau diwafatkan, beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.

Rasulullah adalah pemimpin yang sangat sibuk dalam menyampaikan dakwah, mendidik dan mengajar, serta berjihad di medan perang. Beliau mewariskan kebaikan ini sebagai pelajaran penting dalam menjalin hubungan dengan Allah Swt, membebaskan diri dari kesibukan-kesibukan dan tanggung jawab duniawi.

I’tikaf, selain untuk mendekatkan diri dengan Allah Swt, juga memiliki berbagai fungsi, yaitu: 

  • Sebagai ruang dan saat yang tepat untuk menata hati

Saat menyendiri, merupakan waktu yang tepat untuk kita memperbaiki hati, berdzikir, menghitung dosa-dosa, melakukan introspeksi serta meminta ampun kepada Allah Swt. Menyendiri itu penting, sebab orang yang mengingat Allah dalam kesendiriannya, lalu meleleh air matanya, adalah satu dari tujuh golongan, yang akan mendapatkan naungan dari Allah di hari yang tiada naungan kecuali naungan-Nya.

Untuk itu, seorang hamba harus memiliki waktu untuk menyendiri bersama Allah Swt. Ibnu Taimiyah mengatakan, “Seorang hamba harus punya waktu untuk menyendiri dalam doanya, dzikirnya, shalatnya, tafakurnya dan muhasabahnya.”

  • Tebusan untuk mengejar dan menutupi kekurangan

Beri’tikaf adalah saat-saat yang tepat mengintensifkan ibadah-ibadah kita, seperti tilawah Al Qur’an, dzikir, shalat sunnah, dan lainnya, sebagai upaya untuk mengejar dan menutupi kekurangan ibadah kita di bulan Ramadhan yang tidak bisa optimal, karena kesibukan aktivitas kita atau sebab lainnya sehingga Ramadhan tetap memproses kita menjadi orang-orang bertakwa.

Memperbaiki yang kurang adalah tradisi ibadah yang selalu dilakukan oleh Rasulullah untuk menghormati kesempatan berharga yang terlewat. Umar bin Khattab meriwayatkan dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda, “Siapa yang tertinggal melakukan dzikirnya karena tertidur atau sesuatu darinya, lalu ia membacanya di antara shalat Shubuh dan Shalat Zuhur, dicatatkan baginya (pahala) seperti ia membacanya di waktu malam”.

I’tikaf adalah sarana yang nyata, yang bisa membantu kita memaksimalkan yang minim dan menambah yang kurang Dan yang lebih penting, kita tidak keluar dari Ramadhan tanpa ada perubahan, tanpa ada pengurangan ataupun pengampunan dosa. Sebab, orang-orang yang demikian, kata Rasulullah, termasuk orang-orang yang celaka dan merugi. 

  • Saat diijabahnya doa

Allah Swt berfirman, “Mintalah kepadaKu, niscaya akan Kukabulkan untukmu.” (QS Ghafir: 60). Ramadhan adalah bulan istimewa, termasuk tiap malamnya. Apalagi di sepuluh malam terakhir, terdapat malam yang memiliki keutamaan lebih baik dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar. Untuk mendapatkannya, perlu upaya lebih intensif yang dilakukan oleh umat muslim, dengan beri’tikaf. 

Rasulullah saw bersabda “Aku telah beri’tikaf di sepuluh hari pertama untuk mendapatkan malam tersebut, lalu aku beri’tikaf di sepuluh hari kedua. Tetapi kemudian aku didatangi dan dikatakan kepadaku, “Sesungguhnya malam lailatul qadar itu ada di sepuluh hari terakhir. Maka, siapa di antara kalian yang suka melakukan i’tikaf, hendaklah ia beri’tikaf.

Orang yang beri’tikaf sedang berada di malam-malam istimewa, malam-malam yang dibesarkan semua ibadah, rahmat diturunkan, keburukan ditinggalkan dan derajat ditinggikan. Maka, perbanyaklah berdoa. Semoga dalam i’tikaf kita, kita menemukan saat-saat yang sangat mustajabah itu. 

(dikutip dari Majalah Tarbawi, 8 Oktober 2009)

]]>

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *