Syaamil Quran

Kekayaan Bukan Bukti Ketakwaan Seseorang

syaamilquran.com – Secara umum, takwa diartikan sebagai perilaku seorang muslim yang melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Allah sangat menyukai orang bertakwa. Namun, apakah tingkat ketakwaan seseorang identik dengan kekayaan yang dimilikinya. Apakah semakin bertakwa seseorang, maka semakin banyak harta yang dimiliki.

[caption id="attachment_1426" align="aligncenter" width="300"]Kekayaan Bukan Bukti Ketakwaan Seseorang Kekayaan Bukan Bukti Ketakwaan Seseorang[/caption]

Ternyata, tidaklah demikian. Tingkat ketakwaan seseorang, tidak identik dengan semakin banyaknya harta yang dimiliki seseorang. Ustadz Ahmad Sarwat, Lc., MA, menegaskan, kekayaan dan kemiskinan seseorang adalah pemberian Allah Swt, yang tidak ada kaitannya dengan tingkat ketakwaan atau tingkat kemaksiatan seseorang.

Kadang kemiskinan atau kekurangan yang Allah kehendaki terjadi pada diri seseorang, justru merupakan bukti ketakwaannya. Sebab kadang Allah menguji orang yang beriman dengan ujian kemiskinan.

Allah SWT berfirman :                           

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah : 155)

Dan sebaliknya, kekayaan yang Allah SWT berikan kepada seseorang justru merupakakn ujian untuk membuktikan apakah orang itu beriman atau tidak.

Contoh paling nyata adalah Nabi Muhammad Saw. Beliau adalah orang paling bertakwa. Selama hidupnya, beliau tidak selalu jadi orang kaya. Dari 63 tahun masa hidup beliau,, hanya beberapa kali saja beliau dicukupkan rejekinya oleh Allah SWT. Namun yang lebih banyak adalah drama kehidupan beliau yang miskin dan sederhana. Kadang sampai 3 bulan dapurnya tidak mengepulkan asap. Kadang beliau pernah juga saking laparnya sehingga sampai harus mengganjal perutnya dengan batu. Rumah beliau pun sederhana sekali. Tidak ada kasus empuk bagi beliau untuk sekedar bisa tidur enak. Beliau hanya tidur di atas tikar yang dianyam, sehingga tidak jarang ketika bangun tidur, masih ada tanda bekas anyaman tikarnya. Bahkan Rasulullah SAW ketika wafat, tidak meninggalkan harta benda yang bisa diwariskan kepada anak cucu.

Tetapi adakalanya di salah satu momen kehidupan, beliau SAW mendapatkan rejeki yang luas dan besar dari Allah SWT. Setidaknya, beliau mendapatkan hak 1/5 dari setiap ghanimah atau harta rampasan perang yang berhasil beliau menangkan. Dan cukup banyak perang yang berhasil beliau dapatkan, sehingga kalau kita mau menghitung-hitung dan memperkirakan, seharusnya rasulullah adalah orang kaya di Madinah. Beliau seharusnya masuk dalam jajaran orang terkaya, bahkan nomor urut pertama.

Tetapi karena beliau rajin bersedekah, bahkan teramat ekstrim ketika bersedekah, maka beliau tidak sempat lagi merasakan nikmat kekayaannya. Dan alhamdulillah, semua istri beliau taat dan menerima saja. Mereka tidak menuntut ini dan itu yang berlebihan.

Sebenarnya kalau beliau mau, bisa saja Allah memberikan kekayaan yang berlimpah, seperti Nabi Sulaiman alahissalam. Sebab doa beliau mustajabah, lebih sering terkabul daripada yang tidak terkabul.

Masalahnya rasulullah saw kurang berminat mengumpulkan kekayaan. Ini masalah selera dan gaya hidup. Jadi beliau SAW berhak untuk menentukan gaya hidupnya sendiri.

Di lain pihak, banyak juga orang yang tidak bertakwa, tapi memiliki kekayaan berlimpah. Bahkan ada yang tidak pernah merasakan jadi orang miskin.

Selama seseorang masih hidup di dunia, Allah Swt akan terus memberikan segala kenikmatannya kepada siapa saja, lepas dari apakah orang itu beriman atau tidak.

Allah akan menguji setiap makhluknya, dengan kesenangan maupun kesulitan. Siapa yang dapat melewati ujian tersebut dengan sukses, maka surga lah balasannya. Harus kita sadari, apapun yang terjadi pada diri kita, kesenangan maupun kesulitan, semuanya adalah cobaan, yang harus dihadapi dengan penuh kesabaran dan ketakwaan. Ingatlah, kehidupan di dunia ini hanya sementara. Ada kehidupan lain yang lebih kekal di akhirat nanti. Kehidupan itulah yang harus menjadi tujuan bagi ketakwaan kita. Wallahu a’lam bishshawab.*** (roni ramdan/ sumber: rumahfiqih.com)

]]>

1 thought on “Kekayaan Bukan Bukti Ketakwaan Seseorang”

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *