syaamilquran.com – Sejarah Pemeliharaan Kemurnian Al Qur’an – Ketika Al Qur’an diturunkan, bangsa Arab pada saat itu secara umum masih banyak yang buta huruf, termasuk pula Nabi Muhammad saw. Kendati pun buta huruf, bangsa Arab pada waktu itu terkenal memiliki ingatan yang amat kuat. Metode mereka dalam memelihara dan meriwayatkan sya’ir-sya’ir dari pujangga dan penyair adalah menggunakan metode ansab atau periwayatan. Hal itu membuat peristiwa-peristiwa, peperangan-peperangan, diriwayatkan pula melalui periwayatan yang mengandalkan hafalan semata.
[caption id="attachment_3202" align="aligncenter" width="302"]
Sejarah Pemeliharaan Kemurnian Al Qur’an[/caption]
Ketika Al Qur’an diturunkan, Nabi meminta para sahabat untuk menghafalnya dan menuliskannya di atas batu, kulit binatang, atau pelepah tamar. Rasulullah secara periodik menjelaskan tertib urutan ayat-ayat tersebut. Peraturan yang sangat ditekankan Nabi pada saat itu adalah hanya Al Qur’an saja yang boleh dituliskan. Hadits atau apa pun yang mereka dengar dari Nabi selain Al Qur’an dilarang keras untuk dituliskan. Aturan itu mengisyaratkan bahwa Nabi berupaya keras agar Al Qur’an benar-benar terpelihara, tidak tercampur aduk dengan hal-hal lain yang juga didengar dari Nabi saw. Nabi memerintahkan para sahabat untuk membaca, menghafal, dan mewajibkan ayat-ayat Al Qur’an dibaca dalam salat. Dengan demikian, banyak orang menghafal Al Qur’an.
Kepandaian menulis, menghafal, dan membaca sangat dihargai dan dimuliakan oleh Rasulullah saw. ”Di akhirat nanti, tinta para ulama (orang-orang yang berilmu) itu akan ditimbang dengan darah para syuhada (orang-orang yang mati syahid).”
Dalam kisah lain, kepandaian membaca dan menulis para musyrikin Mekah bahkan dapat digunakan untuk menebus jiwanya saat ditawan oleh kaum muslimin. Kaum musyrikin yang tidak memiliki harta untuk menebus dirinya, dibebaskan manakala mereka dapat mengajarkan menulis dan membaca sepuluh orang kaum muslimin.
Beberapa orang yang ditugaskan khusus oleh Rasulullah menuliskan Al Qur’an adalah: ’Ali bin Abi Thalib, Ustman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan Mu’awiyah. Yang terbanyak menuliskan Al Qur’an adalah Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Jika diklasifikasikan, terdapat tiga hal yang membantu memelihara kemurnian Al Qur’an:
- Hafalan orang-orang yang menghafal Al Qur’an.
- Naskah-naskah Al Qur’an yang ditulis atas perintah Nabi.
- Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
Jibril as atas perintah Allah azza wa jalla pun secara periodik, yakni setahun sekali, memeriksa hafalan Al Qur’an Rasulullah. Pada saat pengecekan tersebut, Rasulullah secara talaqqi membacakan Al Qur’an di hadapan Jibril as. Ketika tiba tahun kewafatan beliau, Jibril melakukan pengecekan sebanyak dua kali dalam setahun.
Meskipun ayat-ayat Al Qur’an berjumlah sangat banyak dan memiliki kalimat atau bunyi ayat yang sama atau mirip, tidak menghalangi Rasulullah dan para sahabat untuk menjaga kemurniannya dengan cara menghafal seluruh ayat-ayat tersebut. Di masa Rasulullah saw, sudah banyak sahabat yang menjadi hafidz (penghafal Al Qur’an). Para hafidz yang telah menghafal seluruh isi Al-Quran adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Sa’ad, Huzaifah, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin Abbas, Amr bin As, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Abdullah bin Zubair, Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Salamah, Ubay bin Ka’b, Mu’az bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darba, dan Anas bin Malik. Selain mereka, banyak pula sahabat Nabi Muhammad saw yang telah menjadi hafidz, namun hanya dapat menghafal sebagian dari Al Qur’an saja.
Sedangkan sahabat-sahabat yang pada waktu itu telah menjadi juru tulis wahyu antara lain Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah, Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’b, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalid bin Walid, dan Amr bin As.
Saat itu, tulisan-tulisan yang merupakan ayat-ayat Al Qur’an tersebut belum terkumpul dalam bentuk mushaf seperti sekarang. Tulisan ayat-ayat Al Qur’an yang ditulis oleh mereka disimpan di rumah Rasulullah saw. Selain itu, mereka juga menulis untuk disimpan sendiri. Adapun proses pengumpulan Al Qur’an menjadi satu mushaf baru dilakukan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, setelah Rasulullah saw wafat. Saat ini, Al Qur’an telah dikemas dengan bentuk dan corak yang sangat indah. Semoga dengan hal ini, tidak membuat umat Islam terlupa untuk menjaga Al Qur’an.
Saat ini, atas izin, hidayah, dan pertolongannya, pesantren-pesantren yang memfokuskan diri pada aktivitas menghafal Al Qur’an merebak di mana-mana. Di seluruh belahan bumi begitu banyak orang-orang berusaha dan berlomba-lomba untuk menghafal Al Qur’an. Ini menjadi sebuah bukti bahwa Allah sendiri-lah yang akan menjaga firman-Nya.*** (syaamilquran/ / sumber: 10 Bersaudara Bintang Al Quran, Arkanleema)
]]>